Minggu, 21 Februari 2010

Komunikasi Kontemporer


Kenakalan Remaja dalam Persefektif Konstruksi Teori
  1. Latarbelakang
Mengapa Beberapa anak remaja menjadi nakal? Pertanyaan ini merupakan suatu pertanyaan yang wajar ketika kita melihat kondisi sosial masyarakat kita pada saat ini. Kenakalan remaja menjadi tidak asing lagi didalam kehidupan sosial masyarakat kita dewasa ini dan fakto-faktor yang mempengaruhui kenakalan ini juga beragam, sehingga membuat anak-anak menjadi agresif. Para ahli psikologi menegaskan bahwa prilaku manusia pada hakekatnya merupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi bahwa iya makhluk hidup. Sikap dan pola prilaku itu menurut pandangan behavioristik dapat dibentuk melalui proses pembiasan dan pengukuhan lingkungan.
Hal ini bisa akan dibahas dalam logika dasar dengan teori proposisi mengenai perkembangan teori sesuai dengan Paradigm fakta sosial yang diwakili Durkheim selama tahap perkembangan teori sosiologi klasik yang sangat menyolok dan pada masa kini dalam fungsionalisme dan teori konflik yang menekankan bahwa ide fakta sosial adalah real atau sekurang-kurangnaya dapat diperlukan sebagai yang real, sama seperti fakta individu.
Tambah pula fakta sosial tidak dapat direduksikan ke fakta individu; fakta sosial memiliki realitasnya sendri. Struktur sosial dan institusi sosial merupakan salah satu di antara fakta sosial itu yang mendapat perhatian khusus. Pengaruh dari pengalaman-pengalaman sosial individu atau dari pengalaman intelektualnya pada orientasinya terhadap lingkungan sosial sangatlah dipengaruhi oleh perspektif Berger dan Luckmann mengenai konstruksi sosial tentang kenyataaan. Beger dan luckman menekankan bahwa sistem-sistem sosial dan pandangan-pandangan hidup diciptakan dan dipertahankan secara sosial, tidak didasarkan pada suatu kenyatan akhir atau absolute.
Tetapi dalam suatu masyarakat yang sangat stabil yang memiliki satu pandangan hidup budaya yang dominan, orang mengalami kenyataan sosial dimana mereka termasuk dan yang pandangan hidupnya memberikan pembenaran atau legitimasi sebagai sesuatu yang didasarkan pada suatu kenyaan absolute dan tidak berubah-ubah yang terlepas dari kepercayaan-kepercayaan dan ide-ide budayannya. Sebaliknya, dalam masyarakat-masyarakat yang lebih mudah berubah-ubah atau yang bersifat pluralistic dalam struktur sosial atau idi-ide budayanya, pandangan hidup yang monolitis dan tidak berubah-ubah itu bisa diterima.
  1. Rumusan Masalah.
Atas dasar pemikiran sehat serta pengamatan setiap hari, kita mencoba menghipotesakan bahwa pengalaman-pengalaman keluarga yang tidak mampu membantu menjelaskan kenalan remaja. Pertanyaan ini sendiri akan menuntut pertanyaan mengenai apa yang membuat pengalaman keluarga itu menjadi tidak mampu. Apakah orang tuanya bercerai atau berpisah? Apakah ada konflik yang mendalam? Apakah mereka tidak punya hubungan emosional lagi? Apakah ada siksaan yang melampui batas? Apakah orang tuanya menolak? Atau apakah ada semacam gabungan dari hal-hal yang terkandung dalam pertanyaan-pertanyaan diatas dalam variable-variabel lainnya?
Apakah seperangkat variabel itu akan merupakan suatu sebab yang perlu atau yang cukup merupakan satu pertanyaan yang secara empiris bersifat terbuka, tetapi ada kekecualian yang terdapat dalam dunia empiris, paling tidak kekecualian-kekecualian ini akan memperlihatkan bahwa hubungan itu bersifat probabilistic (atau stokastik) dan bukan deterministic. Seperti Zetterberg mengemukakan bahwa hubungan-hubungan stokastik jauh lebih lazim dalam sosiologi dari pada yang bersifat deterministic. Secara analogis kita dapat bertanya, dapatkah kita membayangkan seorang ahli fisika yang beragumentasi bahwa kepadatan gas mungkin berhubungan dengan suhu? Kedua variabel ini dalam fisika berhubungan secara kausal deterministic; sebaliknya kebanyakan proposisi sosiologi itu bersifat probabilistic, tidak deterministic.
Istilah kenalan remaja harus didefinisikan secara tepat. Kenakalan remaja merupakan satu konsep yang mempunyai banyak arti mulai dari ketika kepatuhan terhadap pengajar sampai dengan tindakan kejahatan. Tetapi andaikalah bahwa semua masalah definisi sudah diatasi, proposisi dasar yang mungkin timbul akan mengikuti, artinya kehidupan keluarga yang tidak mampu menyebabkan “kenakalan remaja”, atau lebih baik lagi, semakin keluarga remaja itu tidak mampu, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa si remaja akan terlibat dalam perilaku kenakalan.
Argumen yang menghubungkan antara kehidupan keluarga dengan kenakalan remaja itu dirumuskan dalam bentuk ini, hal itu dapat dinilai dengan dasar kenyataan yang ada atau dengan argumentasi teoritis lainya. Suatu pernyataan seperti itu jelas lerlampau menyederhanakan orang dengan mudah dapat mengidentifikasi kasus-kasus negative yang tidak sesuai dengan pola ini, dan orang dapat menunjuk pada faktor-faktor lain seperti hubungan kelompok sebaya yang justru penting karena dasar argumentasi teoritis atau kenyataan empiris. Variable-variabel tambahan ini dapat segera dimasukan kedalam teori kenakalan yang sedang dikembangkan ini dengan hanya memperluas logika yang sudah dikembangkan dengan hanya memperluas logika yang sudah di kembangakan.
Metode ilmiah yang secara baku dipergunakan untuk menjawab pernyataan-pernyataan ini adalah mencari variable yang mempengaruhi variable pertama. Pernyataan tentang hubungan ini merupakan satu proposisi dan dapat dinyatakan dengan symbol seperti: X®Y. dimana Y mewakili variable yang nilainya mau kita jelaskan, dan X mewakili variable yang menurut perkiraan kita yang akan menjelaskannya. Suatu pernyataan yang dirumuskan dalam bentuk seperti itu berarti bahwa kalau nilai X berubah, maka nilai Y juga ikut berubah (atau sebaliknya).
  1. Pembahasan
Para ahli psikologi menegaskan bahwa prilaku manusia pada hakekatnya merupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi bahwa iya makhluk hidup. Sikap dan pola prilaku itu menurut pandangan behavioristik dapat dibentuk melalui proses pembiasan dan pengukuhan lingkungan.
Namun suatu teori yang baik harus terdiri dari proposisi-proposisi yang menyatakan hubunggan-hubungan yang sangat besar kemungkinannya. Strategi yang biasanya digunakn untuk meningkatkan probabilitas dari suatu proposisi adalah menjelaskan kondisi-kondisi dimana hubungan yang digambarkan itu kiranya ada. Inilah yang ditunjuk Zetterberg dengan apa yang disebutnya dengan hubungan yang kontingen (contingent; dalam hal ini berarti yang berhubunggan dengan kondisi) lebih dari pada hubungan yang cukup (sufficient). Untuk itu menggunakan contoh kenakalan proposisi ini mungkin dapat dikembangkan. Dimana ada posisi kelas bawah, tinggal di suatu daerah yang tinggi angka kejahatannya, tingkat pendidikan rendah, berteman dengan teman-teman sebaya yang nakal, disana ada hubungan yang lebih tinggi antara keluarga yang tidak mampu dan kenakalan, dari pada kalau kondisi-kondisi ini tidak ada. Dengan katalain, keluarga yang tidak mampu bukan merupakan sebab kenakaln, tetapi mungkin sebagai faktor penyumbang bersama dengan yang lain-lainya, tetapi mungkin sebagai faktor penyumbang bersama dengan yang lain-lainnya, dan kuatnya pengaruh ini mungkin dipengaruhi oleh variabel-variabel tambahan.
Varibel-variabel tambahan ini dapat segera dimasukan kedalam terori kenakalan remaja yang kita bahas. Secara sitematis hal ini dapat disajikan kalau hubungan X®Y yang asli nampaknya penting hanya dalam kondisi-kondisi tertentu yang ditunjuk oleh variable-variabel tambahan ini, maka rumusan teori ini dapat dilihat sebagai berikut:
X
A
B
C
D
. Y
.
.
N
Kalau hubungan X®Y yang asli nampaknya penting hanya dalam kondisi-kondisi tertentu yang ditujukan oleh varibel-variabel tambahan maka rumusan teori dapat dilihat sebagai berikut: “Kalau A1, B1, C1,…. n1, maka X®Y.” sama hanya urutan waktu dapat ditunjuk dengan A®X®Y. Tetapi betapun kita sangat hati-hati untuk begitu saja membuat pernyataan bahwa X yang menyebabkan Y, Namun toh apabila kita mau menjelaskan variasi dalam Y sesunguhnya kita mau mengetahui apa yang menyebabkan variasi yang demikian itu. Pernyataan-pernyataan kausal sangat sulit untuk dibuktikan, seperti yang sudah ditunjukkan oleh banyak ahli teori dan ahli filsafat.
Tentu tidak cukup hanya menunjukkan bahwa dua variabel mempunyai korelasi yang signifikan, karena korelasi dapat merupakan hasil dari kenyataan bahwa kedua variabel itu mempunyai hubungan tersendiri dengan variabel ketiga. Tamabah pula, konsep “sebab” itu sendiri mempunyai banyak arti. Misalnya Aristoteles membedakan antara pengertian sebab sebagai faktor yang memberikan rangsangan yang menghasilkan akibat yang menyusul dan pengertian sebab sebagai tujuan yang untuk tujuan itu ada suatu akibatnya.
Urutan sebab-akibab menurut waktu berbeda menurut kedua pengertian di atas yang pertama, akibat mengikuti sebab dalam urutan waktu; yang kedua, sebab nampaknya mengikuti akibatnya. Meskipun para ahli filsafat menemukan kesulitan pengertian sebab-sebab mengikuti akibat-akibatnya dalam urutan waktu, pengertian sebab ini mempunyai arti dalam kasus tindakan yang diarahkan ke tujuannya.
Dalam penerapan pengertian-pengertian dasar mengenai tipe-tipe penyebab yang berbeda-bedayang kita lihat bahwa setruktur keluarga yang tidak mempu tidak merupakan sebab yang harus atau tidak juga merupakan sebab yang cukup bagi perilaku remaja yang nakal. Untuk memperlihatkan bahwa itu bukan merupakan suatu sebab yang perlu, kita hanya perlu menemukan contoh-contoh empiris mengenai kasus kenakalan remaja oleh anak-anak remaja dari keluarga yang bukan tidak mampu. Untuk memperlihatkan bahwa kehidupan keluarga yang tidak mampu bukan merupakan sebab yang cukup untuk menjelaskan kenakalan, kita hanya perlu memperhalihatkan bahwa beberpa anak remaja dari keluarga yang tidak mampu tidak menjadi nakal.
Meskipun kita sudah memperlihatkan bahwa kehidupan keluarga yang tidak mampu tidak merupakan sebab yang perlu (necessary) dan juga tidak cukup (sufficient) untuk menjelaskan kenakalan, mungkin kita tetap berpegang pada keyakinan kita bawa kehidupan keluarga mempunyai pengaruh terhadap prilaku remaja dan mempengaruhi probabilitas terjadinya perilaku yang menyimpang. Dapat pula kita melihat lebih jauh lagi dena memasukkan kehidupan keluarga sebagai satu komponen dari satu model multikausal yang juga mencakup hubungan-hubungan kelompok remaja, kehidupan sekolah, struktur komunitas, kelas sosial dan mungkin juga mencakup beberap konsep sosial seperti misalnya konsep diri.
  1. Kesimpulan
Kenakalan remaja merupakan satu konsep yang mempunyai banyak arti mulai dari ketika kepatuhan terhadap pengajar sampai dengan tindakan kejahatan . Dalam kondisi seperti ini jelas sekali bahwa tidak bisa kita pungkiri bahwa kenakalan remaja saat sekarang ini tidak bisa dilepaskan karena banyaknya pengaruh yang menyebabkan seorang anak remaja itu menjadi nakal, sehinga variable-variabel yang mempengaruhi kenakalan remaja dewasa ini kebanyakan karena faktor lingkungan dimana sang remaja itu hidup dan faktor lingkungan jugalah yang merubah paradigma seorang remaja itu menjadi tidak nakal.
  1. Daftar Pustaka
Ylui Setyowati, S.IP. Diktat kuliah Teori Komunikasi Kontemporer: Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta, 2003
Comte, Auguste, The Positive Philosophy of Auguste Comte, freely translated and condensed by Harriet Martineau. New York: Calvin Blanchard, 1885
Doyle paul Johnson., translated by Robert M.Z. Lawang; Teori Sosiologi Klasik dan Modern, volume1. University of South Florida, 1981
Doyle Paul Johnson,. Translated by Robert M. Z lawang; Teori Sosiologi Klasik dan Modern, volume2. University of South Florida, 1981
Hhtp:/www/: Google.com
Weber, Max, The Sociology of Regiligion, translated by Ephaim Fischoff. Boston: Beacon Press, 1963
Zetterberg, Hans L,. On Theory and Verification in Sociology, 3rd edition. Totowa, N.J Bedminster, 1965

Tidak ada komentar:

Posting Komentar