Kamis, 01 Juli 2010

Sosiologi Konsumsi Apa itu?

Sungguh menarik perhatian. Betapa tidak? Konsumsi yang biasanya dibahas dalam kerangka bidang studi ilmu-ilmu ekonomi, kini kita bahas dari segi sosiologi; yaitu Sosiologi Konsumsi. Tetapi apa itu Sosiologi Konsumsi? Sosiologi Konsumsi tidak lain adalah analisis sosiologis terhadap kegiatan masyarakat dalam bidang konsumsi.

Sebagai matakuiah atau bidang studi, Sosiologi Konsumsi belum banyak dikenal dan bahkan baru akan dikembangkan sebagai matakuliah pertama kali di Indonesia melalui Universitas Terbuka ini. Untuk ini kita perlu bangga.

Dalam proses belajar mengajar ini peserta akan berlatih mengaplikasikan teori-teori sosiologi yang pernah dipelajari pada kesempatan yang lalu untuk menganalisis dan mengevaluasi kegiatan ataupun fenomena-fenomena masyarakat dalam bidang konsumsi. Dalam hal ini kegiatan konsumsi akan dipandang sebagai realitas sosial yang cara mempelajarinya tidak begitu berbeda dengan ketika para peserta mempelajari realitas sosial bidang lainnya yang dibahas di Jurusan Sosiologi. Tentu Anda ingat betul apa itu realitas dan juga paradigma maupun perspekstif-perspektif te oritik yang sering dipergunakan oleh sosiologi untuk melihat dan menganalisis realitas sosial itu. Jadi, sebenarnya ini tidak asing; namun tetap- menarik sekaligus menantang. Apanya yang menantang? Apanya yang menarik? Apakah ada hubungan-hubungan sosial dalam kegiatan konsumsi? Ada. Apakah ada interaksi sosial di dalam konsumsi? Ada. Macam apakah interaksi itu; apakah semacam kerjasama fungsional, apakah ada kompetisi, atau adakah konflik; apakah juga ada pertukaran sosial, seimbangkah pertukaran itu, atau timpang? Ya, semuanya ada. Apakah kegiatan konsumsi merupakan simbol fenomena sosial tertentu? Apakah ada kaitannya dengan institusi sosial lainnya seperti keluarga, ekonomi (antara lain pasar, industri, produksi, distribusi, saving, inflasi/deflasi dan likuidasi), kesejahteraan sosial, politik, agama, pendidikan dan kebudayaan pada umumnya? Ada. Itu semua akan menantang dan menarik perhatian sosiologi.

Studi Perilaku Konsumen
Apa bedanya dan persamaan studi ini dengan studi tentang Perilaku Konsumen dan Perilaku Pembeli dan cabang IImu Ekonomi khususnya Pemasaran. Ini pertanyaan menarik. Jawabnya tidak telalu sulit, sebab, konsumen dan pembeli memang berbeda. pembeli belum tentu konsumen, dan kadang-kadang konsumen tidak perlu membeli. Konsumsi adalah perilaku mengpergunakan barang-barang konsumsi. Untuk apa semua itu?
Untuk apa semua itu? Yang pertama adalah untuk menunjukkan bahwa teori dan pengetahuan sosiologi yang telah Anda pelajari pada waktu yang lalu adalah aplicable dan sungguh dapat dipakai untuk melihat, menganalisis dan mengevaluasi kegiatan masyarakat dalam bidang konsumsi. Jadi sebelum mengikuti matakuliah ini Anda diwajibkan telah menyelesaikan Teori-teori Sosiologi Klasik dan Modern dan Sosiologi Ekonomi.
Yang kedua adalah untuk kepentingan praktis, terutama pada saat Anda bekerja di instansi Anda masing-masing. Dalam hal ini Anda dapat memberikan saran dan pertimbangan analisis mengenai kegiatan konsumsi yang perlu dibenahi agar tidak menimbulkan ketimpangan-ketimpangan, atau bagaimana ketimpangan-ketimpangan itu harus diatasi agar kegiatan konsumsi dapat berjalan sesuai dengan harapan berbagai pihak.
Ada banyah cara mempelajari Sosiologi Konsumsi ini. Cara yang dianjurkan adalah dengan memahami kegiatan konsumsi, termasuk perilaku konsumsi masyarakat secara apa adanya, sama sekali tanpa tafsiran, pendek kata datanya dulu kita pahami. .Sesudah itu baru Anda lihat dengan mempergunakan persepsi-persepsi sosiologis. Dengan begitu Anda dapat mengambil kesimpulan sosiologis secara deduktif terhadap kenyataan-kenyataan tentang kegiatan konsumsi tersebut.

Hakikat Realitas Sosial
Realitas sosial pada hakikatnya adalah segala macam kenyataan yang hidup di tengah masyarakat yang dialami atau dilakukan oleh kebanyakan orang dan bukan oleh satu atau dua orang individu saja, tetapi merupakan kenyataan yang lagi ngetren yang sedang menjadi mode pada saat itu. Orang yang melakukan konsumsi lazimnya disebut konsumen. Dalam hal ini Sosiologi melihat perilaku konsumen pada umumnya bukan satu orang konsumen saja.
Hakikat Kegiatan Konsumsi
Kegiatan Konsumsi itu tidak hanya terbatas pada kegiatan makan-minum dalam arti sesungguhnya, akan tetapi meliputi segala macam kegiatan pemenuhan kebutuhan. Konsumsi dapat di gunakan kedalam 2 jenis yaitu: Konsumsi untuk konsumsi dan konsumsi untuk produksi. Sedangkan pada konsumsinya dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor individual dan faktor lingkungan.
Faktor-Faktor Individual dalam Kegiatan Konsumsi
Satu di antara dua faktor yang mempengaruhi kegiatan konsumsi adalah faktor individu, yang meliputi: Kemampuan dan sumber daya individu, motivasi, pengetahuan, sikap, kepribadian, nilai, selera dan gaya hidup.
Pengaruh Lingkungan dalam Perilaku Konsumen
Dalam kegiatan kosumsi, konsumen dipengaruhi oleh berbagai kekuatan dari luar dirinya, yang disebut dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dalam hal ini adalah, faktor-faktor yang berada di luar individu yang mempengaruhi kegiatan konsumsi individu tersebut.
Faktor-faktor tersebut antara lain, faktor budaya, faktor kelas sosial, faktor kelompok, dan pribadi orang lain, faktor keluarga, dan faktor situasi.
Sosiologi dan Cara Berpikir Sosiologis
Dalam berfikir secara sosiologis, sosiologis memiliki beberapa perspektif teoritis yang mencerminkan paradigma tertentu. George C. Homan mendefinisikan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari ilmuwan semacam versi, tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya, dipelajari oleh cabang Ilmu Pengetahuan. Pandangan yang mendasar ini mengandung petunjuk mengenai apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dijawab, termasuk methodologinya yang meliputi aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk mengumpulkan informasi dan menginterpretasikannya dalam rangka menjawab persoalan tersebut.
Di dalam sosiologi, dikenal adanya tiga paradigma, yaitu Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial dan Paradigma Perilaku Sosial, yang digunakan untuk melihat kasus-kasus atau kesempatan-kesempatan sosial tentang kegiatan konsumsi.
Paradigma Sosiologi dan Kegiatan Konsumsi
Kegiatan konsumsi adalah kegiatan mempergunakan barang atau jasa yng didasari ileh pertimbangan kalkulatif mengenai nilai reward yang akan diperoleh. Dengan demikian perilaku orang dalam kegiatan konsumsi cenderung memilih cara maupun komoditi yang menurut pertimbangannya adalah memiliki nilai lebih tertentu yang sesuai dengan biaya yang telah mereka keluarkan. Artinya orang cenderung tidak mau rugi, dan cenderung ingin untung.
Kegiatan Konsumsi dan Pengaruh Nilai Budaya
Proses yang terjadi untuk mengembangkan nilai motivasi dan kegiatan 3 kebiasaan atau tradisi disebut dengan sosialisasi, yaitu proses penyerapan budaya. Selanjutnya proses ini menyebabkan orang menggerakkan nilai-nilai yang mempengaruhi konsumsi, seperti sifat hemat, kesenangan, kejujuran, dan ambisi.
Pengaruh Status dan Kelas Ekonomi Terhadap Kegiatan Ekonomi
Di dalam penelitian yang berkenaan dengan kelas sosial terdapat 9 variabel yang sangat penting. Kesembilan variabel ini didientifikasi di dalam sintesis yang berpengaruh dari penelitian kelas sosial. Kesembilan variabel tersebut yaitu: variabel ekonomi, yang meliputi: pekerjaan, pendapatan dan kekayaan, variabel interaksi meliputi: prestise pribadi, asosiasi dan sosialisasi, variabel politik meliputi: kekuasaan, kesadaran kelas dan mobilitas.
Kegiatan Konsumsi dan Pengaruh Kelompok Referens
Kelompok Acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku. Dalam kaitannya dengan kegiatan konsumsi terdapat 3 (tiga) cara dasar, di mana kelompok acuan mempengaruhi pilihan konsumen, yaitu; pengaruh utilitarian, pengaruh nilai ekspresif, dan pengaruh informasi.
Kegiatan Konsumsi dan Pengaruh Keluarga serta Rumah Tangga
Dalam kegiatan konsumsi terdapat empat variabel struktural yang mempengaruhi pembelian oleh keluarga maupun rumah tangga. Keempat variabel struktural tersebut yaitu; usia kepala rumah tangga atau keluarga, status perkawinan, kehadiran anak dan status pekerjaan.
Faktor Sumber Daya Konsumen
Pada prinsipnya sebagai pemasar, berusaha memenangkan pesaing-pesaingnya untuk mendapatkan perhatian, simpatisan dan partisipan terhadap produk jasa yang ditawarkan, yang pada akhirnya akan mendapatkan uang atau keuntungan sumber daya yang telah tersedia, maupun yang akan tersedia di masa mendatang dapat mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan pembelian.
Faktor Keterlibatan dan Motivasi Konsumen
Pada dasarnya kebutuhan itu sudah tercipta pada waktu adanya manusia. Kebutuhan akan aktif ketika ada ketidakcocokan antara keadaan aktual dengan keadaan yang diinginkan atau disukai. Oleh karena itu, dorongan dan motivasi yang kuat, akan menampakkan realita kebutuhan yang nyata. Kebutuhan tidak diciptakan oleh pemasar, tetapi pemasar hanyalah memberikan stimulasi, agar konsumen dapat mengenali kebutuhan, dan menentukan pembelian sesuai dengan keinginannya.
Kebutuhan manusia mungkin sama, tetapi keinginannya bisa berbeda-beda.
Kegiatan Konsumsi dan Pengaruh Pengetahuan
Perilaku konsumen merupakan fokus yang banyak dibahas dalam modul ini. Hal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen antara lain tentang pengetahuan tentang produk.
Pengetahuan tentang produk akan membentuk citra/image yang kemudian mempengaruhi harga tentang suatu produk citra dan harga suatu produk ini akhirnya dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli, di samping juga dipengaruhi oleh kemudahan untuk memperoleh dan pelayanan, baik diwaktu melakukan pembelian maupun pada purna jual.
Kegiatan Konsumsi dan Faktor Perbedaan sikap
Sikap memberi pemasar alat peramalan yang kuat bila digunakan dengan benar. Dengan mengerti faktor-faktor yang mepengaruhi kekuatan hubungan sikap perilaku, kita dapat menghindari secara lebih baik perangkap dan situasi yang merusak keakuratan prediksi dari sikap. Walaupun kebutuhan pemasar mengharuskan penggunaan pengukuran sikap di bawah kondisi yang kurang optimum (misalnya, meramalkan perilaku pada masa datang yang masih jauh), beberapa masalah potensial dapat diminimumkan dengan mudah, seperti menghindari kesalah- pengukuran sikap yang salah.
Kegiatan Konsumsi dan Faktor Nilai Serta Gaya Hidup Individu
Bidang yang banyak dikaji di dalam penelitian konsumen adalah psikoanalisis, sosial psikologis dan faktor ciri. Namun kadang-kadang kepribadian di hubungkan dengan konsep diri atau diri ideal yang diinginkan oleh individu. Teori psikoanalisis, melihat kepribadian terdiri dari id, ego dan super ego.
Teori sosio-psikologis melihat variabel sosial yang merupakan determinan yang paling penting dalam pembentukan kepribadian. Teori faktor ciri, mengemukakan bahwa kepribadian individu terdiri dari atribut predisposisi yang pasti yang disebut ciri (trait).
Proposal Perilaku Keputusan Konsumen
Proses pengambilan keputusan pembelian, ada lima langkah, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan terakhir hasil. Pengambilan keputusan dapat dipengaruhi oleh pihak individu maupun dari pihak luar. Berikut ini adalah pihak-pihak yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian : inisiator , pemberi pengaruh , pengambil keputusan , pembeli dan pemakai.
Kecenderungan Konsumen 1: Faktor Demografi
Faktor-faktor demografis yang dapat mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran, tingkat kematian dan migrasi. Kecenderungan dari tiap-tiap faktor ini dapat dipakai sebagai dasar analisis kebutuhan pasar. Tingkat kelahiran sangat tinggi, berarti kebutuhan akan ibu hamil dan umur balita akan tinggi. Demikian pula jika tingkat kematian digolongan umur tertentu tinggi, berarti akan mengurangi kebutuhan hidup di kalangan masyarakat tertentu. Tingkat migrasi masuk maupun migrasi ke luar daerah tertentu, dapat sebagai dasar memprediksi kebutuhan pasar.
Kecenderungan Konsumen 2: faktor Kekayaan dan Geografi
Jika Anda sebagai tenaga pemasaran, harus bisa menentukan target pasar yang paling potensial. Dalam menentukan target pasar, bisa dibedakan berdasarkan geogratis, yaitu berdasarkan domisili konsumen. Di samping itu, juga perlu dibedakan berdasarkan tingkat kekayaannya. Tingkat kekayaan yang tinggi, kecenderungan untuk berbelanja juga tinggi. Segmen tersebut yang biasanya menjadi target pasar yang potensial

Sumber buku Sosiologi Konsumsi karya Edi Siswoyo dan Manasse Malo

Minggu, 28 Februari 2010

Psikologi Komunilkasi

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masuki abad ke 21, merupakan awal era globalisasi, dimana negara diseluruh dunia telah mempersiapkan diri untuk menghadapi perekonomian dengan pasar bebas dengan demikian menandakan dunia semakin maju disertai perkembangan teknologi yang semakin cangih dan masyarakat pun semakin modern, semakin majunya teknologi dan semakin berkembangnya masyarakat merupakan salah satu sarana yang tidak asing lagi menyampaikan berbagai informasi.
Dan yang lebih memprihatinkan bangsa kita sekarang ini yaitu masyarakat dengan mudah menerima produk-produk yang dikeluarkan oleh negara-negara barat, sehinga tanpa disadari bansa kita sendri sedikit demi sedikit mengalami pergeseran budaya-budaya timur yang masih di junjung tinggi bansa indonesia.
Kecendrungan meningkatnya tindak kekerasan dan agresifitas atau prilaku negatif lainya pada anak diduga sebagai dampak gencarnya tayanggan televisi. Karena media ini memiliki potensi besar dalam merubah sikap dan prilaku masyarakat terutama anak-anak yang relatif masih mudah terpengaruh dan dipengaruhi. Hasil penelitan para ahli menunjukkan bahwa tayangan televisi bisa mempengaruhi prilaku anak dan juga sebaliknya tidak berpengaruh apa-apa. Pengaruh ini justru lebih dominan dipengaruhi oleh keharmonisan keluarga. Anak dari keluarga harmonis lebih memiliki penangkal atau benteng dalam menyikapi tayangan televisi.
Mengapa televisi diduga bisa menyulap sikap dan prilaku masyarakat, terutama anak-anak? Menurut skomis, dibandingakan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah dan buku-buku lain) televisi tampak mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabunggan dari media dengar dan gambar hidup yang bisa bersifat politis, informatip, hiburan, pendidikan atau bahkan gabungan dari keempat unsur tersebut. Misalnya, ekspresi korban bencana diaceh dan negara-negara lain yang terkena dampaknya hanya terukap dengan baik lewat televis, tidak lewat koran maupun majalah, ratapan orang kelaparan dieropa, gemuruh tepuk tanggan penonton sepak bola di lapangan hijau tampak hidup dilayar televisi.
Gencarnya tayangan televisi yang dapat dikonsumsi oleh anak-anak membuat khawatir masyarakat terutama orang tua. Karena manusia adalah makhluk peniru dan initatip. Prilaku initatip ini sangat menonjol pada anak-anak dan remaja. Kekhawatiran orang tua juga disebabkan oleh kemampuan berpikir anak yang masih relatif sederhana. Mereka cendrung menganggap apa yang ditampilkan ditelevisi sesuai dengan yang sebenarnya. Mereka masih sulit membedakan mana prilaku atau tayangan yang piktif dan mana yang memang kisah nyata. Mereka juga masih sulit untuk memilah-milah prilaku yang baik sesuai dengan nilai dan norma agama dan kepribadian bangsa, adegan kekerasan, kejahatan, konsumtif, termasuk prilaku seksual di layar televisi diduga kuat berpengaruh terhadap pembentukan prilaku anak. Sebagai mana yang dijelaskan oleh teori belajar sosial, antara lain melalui imitasi (krider, dkk1983.) Bandura (dalam krider, dkk. 1983) berdasarkan penelitian yang dilakukannya menyimpulkan bawa anak-anak ternyata melakukan peniruan terhadap sebuah tingkah laku agresif.
Para ahli psikologi menegaskan bahwa prilaku manusia pada hakekatnya merupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi bahwa iya makhluk hidup. Sikap dan pola prilaku itu menurut pandangan behavioristik dapat dibentuk melalui proses pembiasan dan pengukuhan lingkungan. Bertolak dari pandangan ini, pembiasan dan pengukuhan lingkungan anak dapat dibentuk melalui tayangan televisi yang sesuai dengan nilai norma dan kepribadian bangsa. Karena saat ini tayangan televisi setiap saat bisa ditonton oleh anak-anak.
Media massa hendaknya memiliki tanggung jawab sosial terhadap tayangan-tayangan yang disajikan kepada pemirsa jangan hanya mementingkan segi komersial dan mengabaikan segi pendidikan. Penayangan acara hendaknya disesuakan dengan situasi dan kondisi pemirsa dan juga sebaiknya acara yang ditayankan tidak hanya menjadi hiburan belaka tetapi juga mengandung unsur-unsur kultural edukatif. Pemerinta sebagai pemegang kebijakan haruslah dilaksanakan dengan konsekuens dan penuh rasa tanggung jawab sebagai pelangaran terhadap penayangan suatu acara dan juga harus diikuti dengan sangsi yang tegas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah agresifitas itu?
2. Apakah yang dimaksud dengan televisi?
3. Damapak apa saja yang dapat ditimbulkan oleh televisi?
4. Bagaimanakah peran orang tua?
LANDASAN TEORI
Definisi televisi menurut effendi (dalam partasari, 1996) adalah media komunikasi jarak jauh dengan perangkat gambar dan perangkat suara baik melalui cabel maupun tanpa cabel. Batasan televisi menurut Maxwell (dalam partasi, 1996) adalah suatu cabang broadcasting yang sinyalnya disampaikan melalui gelombang untuk mengembangkan badan penyiaran, baik milik pemerintah maupun swasta dengan mengacu pada kepentingan nasional.sebagai media informasi televisi memiliki kekuatan yang ampuh (power full) untuk menyampaikan pesan. Karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah di alami sendiri dengan jangkauan yang luas.
Kita tentunya tidak dapat menutup mata terhadap manfaat-manfaat yang dibawa televisi. Siaran-siaran berita yang ada memberikan informasi dan pengetahuan tentang apa yang terjadi dinegara kita maupun dinegara-negara lain. Tetapi kita juga perlu berhati-hati dengan tayangan yang bersifat horor, sadisme, pornografi dan acara lain yang merugikan.
Maraknya tayangan televisi yang dikonsumsi oleh anak-anak membuat khawatis masyarakat terutama orang tua. Tayanggan televisi akhir-akhir ini cendrung kurang selektife. Manusia merupakan makhluk imitatip dan prilaku imitatip sangat menonjol pada anak-anak.
Dalam meliahat fenomena yang terjadi akibat dari gencarnya tayangan dari televisi yang dapat dikonsumsi anak-anak maka ada asumsi dasar bahwa sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (obsevasi) atas tingkah laku yang di tampilkan individu-individu lain yang menjadi model. Dalam belajar osevasional, yang di kemukakan oleh bandura terdapat 4 proses yang satu sama lain berkaitan, yaitu:
1. Proses atensional yaitu proses dimana individu tertarik untuk memperhatikan atau menggamati tingkah laku model. Proses atensional ini dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model dan karektiristik yang dimiliki, sehinga model yang sering tampil dan memiliki karakteristik yang menarik akan lebih mudah mengundang perhatian individu dibanding dengan model yang jarang tampil, tidak menarik atau tidak memiliki pengaruh.
2. Proses retensi yaitu proses diama individu pengamat menyimpan tingkah laku model yang telah diamati baik melalaui perbal maupun kode imajinal (pembayangan gerak), kedua kode penyimpanan tersebut memainkan peranan dalam proses berikutnya yakni proses reproduksi.
3. Perose reproduksi yaitu proses dimana individu mengungkap kembali tingkah laku model yang telah diamatinya, pada mulanya reproduksi tingkah laku ini bersifat kaku dan kasar tetapi dengan pengulangan yang intensif maka lambat laun individu bisa mengungkapkan tingkah laku model dengan sempurna atau setidaknya mendekati tingkah laku model.
4. Proses motivsaional dan penguatan. Banduran percaya bahwa pengaugatan positif bisa memotifasi individu kearah pengungkapan tingkah laku yang di amati, penguatan juga mempengaruhi prose atensional individu. Artinya individu lebih tertarik untuk mengamati dan mencontoh tingkah laku yang menghasilakan penguatan yang besar dibanding tingkah laku yang menghasikan penguatan yang kecil.

Acara yang ditayangkan televisi memiliki dampak psikologis tertentu. Dampak akan bersifat positif apabila perubahan yang terjadi membawa kearah kemajuan. Dan sebaliknya, jika perubahan yang terjadi lebih kearah kemundurun berarti berdampak negatif.
Perilaku agresif terjadi diseluruh dunia dan segmen masyarkat. Media cetak maupun elektronik hampirs setiap hari memberikan megenai pristiwa pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan pencurian. Agresif adalah tingkah laku yang disebabkan oleh rasa frustasi atau marah kepada individu lain sehiggga timbul keinginan untuk melukai atau mencelakakan individu lain.

PEMBAHASAN
1. AGRESIVITAS
Prilaku agresif terjadi diselurah durnia dan segmen masyarkat. Media ceak maupun elektronik hampir setiap hari membeikan mengenai peristiwa pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan pencurian. Secara umum perilaku agresif berati merugikan orang lain baik fisik ataupun verbal atau merusak harta benda. Hal ini dapat terjadi melalui serangan fisik ketika seseorang memukul, mengigit atau bahkahkan membunuh.
Berbagai definisi menenai prilaku agresif diberikan para ahli. Menurut Dollard merupakan tindakan yang diakibatkan oleh frustsi. Bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengali gangguan atau hambatan timbul untuk mencapai suatu tujuan mengalami ganguan atau hambatan timbul dorongan untuk bertindak agresif, agresif memotivasi pula untuk melukai orang atau yang menebabkan frustasi (dalam Sears, 1994) menurut Baron danByrne (1990), prilaku agresif adalah segala bentuk perilaku yang disengaja terhadap orang lainyang bertujuan untuk melukainya dan orang yang dilukai tersebut berusaha untuk menghindar. Pandangan para ahli mengenai perilaku agresif sangatlah beragam. Ada ahli yang memandang bahwa perilaku agresif adalah perilaku yang diakibatkan oleh kecenderungan internal seseorang, sebagai contoh Freud dengan teori insting (dalan Baron dan Bryne, 1991) dan Lorenz dengan teori insting berkelahi (dalam Brehm dan Kassin, 1990)
Berkowizt (1969) membedakan agresi sebagai tingkah laku sebagaimana diindikasikan oleh definisi Baron dengan agresi sebagai emosi yang bisa mengarah kepada tindakan agresif. Disamping itu Berkowizt membedakan agresi menjadi dua macam yaitu agresi instrumental dan agresi impulsive. Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan oleh individu sbagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan agresi impulsive adalah agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau kematian pada sasaran atau korban (dalam Koeswara, 1998). Sementara Moore dan Fine (1968) mendefinisikan agresi sebagai tingakh laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadapindicidu lain atau terhadap objek-objek (dalam Koeswara, 1998).
Berdasarkan dari beberapa teori yang ada maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah tingkah laku yang disebabkan oleh rasa frustasi itu marah kepada individu lain sehinga timbul keinginan untuk melukai atau mencelakakan individu lain.

2. TELEVISI
Televisi merupakan media massa elektronik yang bersifat audiovisual yaitu memadukan antara signal suara dan signal gambar, sehinga menjadi suatu pesan atau informasi yang disajikan kepada pemirsa.
Definisi televisi menurut Effendi (dalam Partasari, 1996) adalah media komuniksai jarak jauh dengan perangkat gambar dan perangkat suara baik melalui kabel maupun tanpa kabel. Sedangkan batasan televisi menurut Maxwell (dalam Partasari, 1996) adalah suatu cabang broadcasting yang signalnya disampaikan melalui gelombang untuk mengembangkan badan penyiaran, baik milik pemerintah maupun milik swasta dengan mengacu pada kepentingan nasional.

3. TAYANGAN TELEVISI
Maraknya tayangan televisi yang mengumbar pornografi telah merisukan sejumlah kalangan. Mulai dari KH Abdullah Gyimnastiar, Rhoma Irama, MUI hingga Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengungkapkan kerihatianan terhadap fenomena tersebu. Secara umum mereka risih atas berbagai tayangan televisi yang para artis mengumbar puser, paha dan dada. Jika tayangan seperti ini secara rutin menjadi tontonan anak-anak dan remaja diasumsikan akan memberikan dampak buruk bagi pembentukan moral mereka.
Media televisi dewasa ini telah menjadi sahabat yang menemani anak-anak. Dalam keluarga modern yang para orang tuanya sibuk beraktivitas diluar rumah televisi berperan sebagai penghibur, pendampingan dan bahkan “pengasuh” bagi anak mereka. Sayangnya, peran vital televisi sebagai media hiburan keluarga tampaknya belum diimbangi dengan menu tayangan yang bermutu. Menurut penilain sejumlah pakar, televisi sedang mengalami disorientasi dalam ikut mendidik anak.
Menurut Titi Said dunia pertelevisian terancam oleh unsur-unsur pornografi, vurlgarisme dan kekerasan. Ketiga unsur itu hampir menjadi sajian rutn disejumlah stasiun televisi serta dapat ditonton secara bebas termasuk oleh anak-anak. Oleh karena itu Titi Said menyarankan agar ketiga unsur negatif tersebut dijauhkan dari pandangan anak-anak mengingat kondisi psikologis mereka yang masih labil serta belum mampu membedakan mana hal-hal negatif dan mana hal-hal yang positif dari sebuah tayangan televisi.
Tayangan televisi akhir-akhir ini cenderung kurang selektif. Tayangan pada jam utama (prime time) sering menyajikan sinetron yang kurang bermutu, menampilkan iklan yang menyisipkan vulgarisme, berita kriminal dan lain-lain. Sedangakan porsi tayangan sinetron yang secara special mengangkat dunia anak-anak sering kali berisi adegan jorok, latah dan mengandung unsur kekerasan.
Kita bisa melihat dari beberapa tayangan televisi ini:
a. Sinetron
Kita bisa lihat dari sinetron yang lalu menyajikan percintaan, gaya hidup, intrik rumah tangga dll. Sinetron dapat memberikan dampak psikologis bagi penontonnya. Kita bisa ambil contoh sinetron yang berjudul Curi Pandang Cari Perhatian yang dulu tayang pada pukul 18:00 WIB. Disini hanya menceritakan tentang pergaulan anak SMP dan percintaan. Ini tidak baik untuk tayangan anak-anak karena mengajarkan bahwa anak SMP sudah boleh berpacaran. Bahkan sekarang ada sinetron yang diselipkan anak SD yang sudah pada saling taksir-taksiran. Satu contoh lagi sinetron yang berjudul Bawang Merah Bawang Putih yang menyajikan umpatan-umpatan atau kata-kata kasar dan kotor yang diucapkan oleh pemeran Bawang Merah yang tidak pantas didengar oleh anak-anak. Ada juga sinetron yang menampilkan kekerasan bahwa terkesan ekstrim yang ditayangkan pada jam-jam yang masih bisa ditonton oleh anak-anak.
Persaingan dalam bidang bisnis ini, sehingga ada beberapa televisi memilih jalan pintas antara lain mengeksploitasi dunia anak dan remaja. Eksploitasi ini diindikasikan dalam empat hal:
1. Kehadiran stasiun pertelecisian baru mau tidak mau mempertajam tingkat judul-judul sinetron remaja yang disajikan sering kali bertemakan vulgarisme, menantang dan mengandung pornografi
2. Permain sinetron yang dipilih rata-rata berasal dari kalangan remaja belia bahkan sebagian masih berusia anak-anak.
3. Jenis-jenis peran yang dimainkan oleh para artis remaja sering bertabrakan dengan norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya. Salah satu buktinya, banyak artis usia remaja yang dari pengakuannya belum pernah berpelukan dan berciuman dipaksa memerankan adegan percintaan, pacaran bahkan beradegan ciuman.
4. Banyak alur cerita remaja yang bersettingkan anak-anak sekolah lengkap dengan seragam dengan seragam sekolah, lokasi sekolah, aneka pergaulan dikelas dan diluar kelas. Jika dicermatiadegan tersebut tidak sesuai dengan norma aga dan ada ketimuran.
b. Iklan
Iklan juga mempunyai peran yang negatif untuk anak-ank. Contoh iklan permen Kiss, ting-ting garuda dan permen cola-cola yang menyajikan vulgarisme. Diman diiklan tersbut ditontonkan adegan orang dewasa ciuman antar bibir terutamana yang tampak pada iklan permen kiss. Iklan merupakan tayangan yang selalu diulang-ulang yang bisa tayang kapan saja. Ada juga iklang yang mengumbar sensualitas.
c. Musik
Sekarang ini bisa dikatakan bahwa acara khusus untuk anak-anak pun terlupakan. Porsi paket acara yang dikonsumsi untuk mereka seperti acara permainan, pentas lagu anak-anak, kuis cerdas cermat dan acara lain yang bersifat mendidik bisa dikatakan menghilang atau tidak ada lagi. Pada tahun 1990-an banyak sekali tayangan yang dieruntukkan untuk anak-anak. Banyak artis kecil yang menyanyikan lagu yang ditujukan untuk anak-anak. Anak –anak mempunyai artis favorit dan lagu gavorit masing-masing.
d. Berita kriminal
Berita kriminal bisa kita saksikan pada antara jam 11:30 damapi 13:00 WIB. Jam tayang yang kurang tepat kerana disaat anak istirahat dan tayangan ini dapat ditonton secara leluasa. Acara yang pertama kali memboing adalah patroli dimana menyajikan berita-berita keriminl. Tontonan ini menjadi acara favorit keluarga
e. Kartun
Kartun merupakan tayanga favorit bagi anak-anak. Tetapi juga perlu dicermati bahwa ada beberapa kartun yang seharusnya tidak dikonsumsi untuk anak-anak tetapi ditujukan untuk dewasa. Misalnya: cindrella yang alur ceritanya merupakan percintaan.

4. DAMPAK NEGATIF
Sebenarnya mangapa televisi bisa memberi egek negatif? Pokok permasalahannya yang paling besar, sebenarnya adalah ketidak mampuan anak membedakan dunia yang ia lihat ditelevisi dengan apa yang sebenarnya. Bagi anak-anak dunia luar seperti apa yang ada di televisi.
Dimata anak-anak, kekerasan yang ada menjadi hal yang biasa dan boleh dilakukan apalagi terhadap orang yang bersalah, karena memang itu yang ditujukan dalam film. Bahkan ada kecenderungan bahwa orang yang melakukan kekerasan terhadap “orang jahat” adalah suatu tindakan yang heroik, tidak peduli dengan prosedur hukum yang berlaku.
Efek lain dari terlalu banyak menonton televisi adalah anak menjadi pasif dan tidak kreatif. Mereka kurang beraktivitas tetapi hanya duduk didepan televisi dan melihat apa yang ada ditelevisi. Baik secara mental maupun fisik anak akan menjadi pasif kerena memang orang yang menonton televisi akan menjadi masalh bila anak sampai tidak mau bermain diluar dengan lingkungan sekitarnya. Ia akan menjadi tidka bersosialisasi dan dunianya tidak bertambah luas.
Cara belajar anak pertama adalah meniru terhadap apa yang dilihat atau sering dikatakan psikolog what they see is what they do (apa yang mereka liat adalah apa yang mereka kerjakan). Keadaaan akan semakin parah jika orang tua sendiri tidak mempu meberikan keteladanan karena anak-anak akan mencari keteladanan dari tempat lain termasuk dari tayangan sinetron, sehingga saat menonton sinetron anak-anak mangali proses internalisasi (pendapat) dan meresapi kesan-kesan, citra dan nilai yang terkandung dalam alur cerita tersebut. Dalam keadaan psikologis yang masih labil tentu anak-anak akan gampang meniru gaya dan pola pergaulan yang dikisahkan tokoh-tokoh pada sinetron itu.
Ada beberapa sebab yang menjadikan tayangan televisi memberikan dampak negatif bagi para penontonya. Sebuah tayangan televisi misalnya yang mestinya ditonton oleh remaja usia 17 tahun keatas jika ditonton oleh anak-anak usia 16 tahun kebawah tentu akan membwa pengaruh buruk bagi mentalitas mereka. Dilayar televisi ada banyak acara rating R (tontonan yang ditujukan untuk usia 17 tahun keatas) yang ditayangkan pada jam-jam yang menonton tayangan orang dewasa ini memiliki kecendrungan berperilaku negatif tiga kali dibandingkan jika mereka tidak menonton, dibawah ini merupakan contoh kasus dampak dari televisi:
a. Seorang anak brusia 14 tahun memperkosa anak berusia 3 tahun dan bahkan mencekik hingga meninggal dunia.
b. Anak balita tiba-tiba berbicara gagap dan tidak lagi berbicara normal seperti biasanya. Setelah diselidiki ternya sianak mengikuti gaya bisa yoyo dalam sinetron Si Yoyo.
c. Anak yang mencuri HP milik temannya karena orang tuanya tidak mampu membelinya
d. Kasus bunuh diri yang dilakukan anak SD karena tabungan milik kakaknya lebih banyak dibandingakan dengan miliknya. Dll

5. KONTROL ORANG TUA
Dengan demikian tayangan televisi terbukti cukup efektif dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku anak-anak. Tayangan televisi akan berdampak positif bagi pembentukan moralitas anak-anak jika cara pemanfaatanya dilakukan secara benar. Disinilah pentingnya peran orang tua. Orang tua harus bersedia membimbing dan memberi tahu soal rambu-rambu menonton televisi. Kontrol orang tua dalam pemilihan tayangan televisi akan menjadi langkah prventif agar anak-anak tidak keliru dalam memilih acara.
Kontrol orang tua juga bisa dilakukan secara langsung kepada stasiun televisi sebagai penayang acara. Caranya, orang tua melayangkan protes kepada stasiun televisi yang menayangkan sebuah acara yang dianggap bermuatan negatif.


KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Media televisi dapat menyajikan pesan atau objek yang sebenarnya termasuk hasil dramatisir secara audio visual dan unsur gerak dalam waktu bersamaan (broadcast). Pesan yang dihasilkan televisi dapat menyerupai benda atau objek yang sebenarnya atau menimbulkan kesan lain. Oleh karena itu media memiliki potensi besar dalam merubah sikap dan perilaku masyarakat. Sementara itu persaingan diantara stasiun televisi semakin ketat. Mereka bersaing menyajikan acara-acara yang digemari penonton, bahkan tanpa memperhatikan dampak negatif dari tayangan tersebut. Penonton televisi sangatlah beragam. Disna terdapat anak-anak dan remaja yang relatif masih mudah terpengaruh dan dipengaruhi.
Gencarnya tayangan televisi yang berbau kekerasan, sadisme, vulgarisme dan pornografi, menimbulkan kekhawatiran orang tua. Kondisi seperti ini sangatlah wajar, karena ini anak-anak mereka bisa menyaksikan acara televisi setiap saat. Tindak kekerasan, pornografi, vulgarisme dan perilaku negatif lainnya yang kini cenderung meningkat pada anak-anak dan remaja langsung menuding televisi sebagai biang keroknya. Tidak sedikit para orang tua memprotes terhadap tayangan televisi yang kurang pas. Disinilah pentingnya peran orang tua. Orang tua harus bersedia membimbing dan memberi tahu soal rambu-rambu menonton televisi. Kontrol orang tua dalam pemilihan tayangan televisi akan menjadi langakah preventif agar anak-anak tidak keliru dalam memilih acara.
Selain orang tua, para pengelola stasiun televisi hendaknya mempunya tanggung jawab moral terhadap acara yang ditayangkannya. Stasiun televisi merupakan bagian integral darisystem pendidikan nasional. Mereka mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan sekaligus meningkatkan nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat, termasuk mendidik anak.

A. SARAN
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk menghadapi masalah ini:
• Untuk anak yang masih kecil, ia belum bisa membedakan antara siaran televisi atau rekaman video yang diputar maka orang tua dapat memilihkan film (video) yang menarik dan mendidik anak sesuai usianya.
• Memeriksa jadwal televisi sehingga orang tua bisa mengatur jadwal acara apa yang akan ditonton bersama anak.
• Dengan menemani menonton televisi, orang tua bisa mengajak anak membahas apa yang mereka tonton dan dapat membuat anak mengerti bahwa apa yang ada ditelevisi tidak semuannya sama dangan apa yang ada sebenarnya.
• Diskusikan dan bantulah anak memperoleh manfaat dari acara televisi
• Masalah kurangnya waktu belajar karena anak terlalu banyak menonton televisi, dapat diatasi dengan cara membiaskan anak tidak menonton televisi pada hari-hari sekolah.
• Ajak anak melakukan aktivitas lain selain nonton televisi misalnya bermain atau olah raga.



DAFTAR PUSTAKA
Koeswara, E. 1998. Agresi Manusia. Edisi Ke-1. Bandung : Angkasa
Marks, Patricia Greenfield. 1998. “Pengaruh Televisi, Video Game, Komputer terhadap pendidikan anak”. Edisi ke-1. Jakarta Indonesia: Kesaint Blanc.
Khumas, Asniar, Th Dicky Hastjarjo dan Supra Wimbarti. 1997.” Jurnal Psikologi Peran Fantasi Agresi Terhadap Perilaku Agresif Anak-Anak”. Yogyakrta: Fakultas Psikologi UGM.
Santoso, Fauzan Heru. 1995. “Jurnal Psikologi Minat Terhadap Film Kekerasan di Televisi Terhadap Kecenderungan Perilaku Agresif”. Yogyakarta: UGM
Anwas, Oos M. 1998. ”Buletin Antara Televisi, Anak dan Keluarga”. Pustekom Depdiknas.













TUGAS
UJIAN TENGAH SEMESTER
(Psikologi Komunikasi)
“Hubungan Antara Agresivitas Anak Terhadap Intensitas Penonton Tayangan Televisi Pornografi dan Kekerasan”




Oleh:
Hendra Muhada
08530876
(PJIK-8)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2009

Minggu, 21 Februari 2010

Komunikasi Kontemporer


Kenakalan Remaja dalam Persefektif Konstruksi Teori
  1. Latarbelakang
Mengapa Beberapa anak remaja menjadi nakal? Pertanyaan ini merupakan suatu pertanyaan yang wajar ketika kita melihat kondisi sosial masyarakat kita pada saat ini. Kenakalan remaja menjadi tidak asing lagi didalam kehidupan sosial masyarakat kita dewasa ini dan fakto-faktor yang mempengaruhui kenakalan ini juga beragam, sehingga membuat anak-anak menjadi agresif. Para ahli psikologi menegaskan bahwa prilaku manusia pada hakekatnya merupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi bahwa iya makhluk hidup. Sikap dan pola prilaku itu menurut pandangan behavioristik dapat dibentuk melalui proses pembiasan dan pengukuhan lingkungan.
Hal ini bisa akan dibahas dalam logika dasar dengan teori proposisi mengenai perkembangan teori sesuai dengan Paradigm fakta sosial yang diwakili Durkheim selama tahap perkembangan teori sosiologi klasik yang sangat menyolok dan pada masa kini dalam fungsionalisme dan teori konflik yang menekankan bahwa ide fakta sosial adalah real atau sekurang-kurangnaya dapat diperlukan sebagai yang real, sama seperti fakta individu.
Tambah pula fakta sosial tidak dapat direduksikan ke fakta individu; fakta sosial memiliki realitasnya sendri. Struktur sosial dan institusi sosial merupakan salah satu di antara fakta sosial itu yang mendapat perhatian khusus. Pengaruh dari pengalaman-pengalaman sosial individu atau dari pengalaman intelektualnya pada orientasinya terhadap lingkungan sosial sangatlah dipengaruhi oleh perspektif Berger dan Luckmann mengenai konstruksi sosial tentang kenyataaan. Beger dan luckman menekankan bahwa sistem-sistem sosial dan pandangan-pandangan hidup diciptakan dan dipertahankan secara sosial, tidak didasarkan pada suatu kenyatan akhir atau absolute.
Tetapi dalam suatu masyarakat yang sangat stabil yang memiliki satu pandangan hidup budaya yang dominan, orang mengalami kenyataan sosial dimana mereka termasuk dan yang pandangan hidupnya memberikan pembenaran atau legitimasi sebagai sesuatu yang didasarkan pada suatu kenyaan absolute dan tidak berubah-ubah yang terlepas dari kepercayaan-kepercayaan dan ide-ide budayannya. Sebaliknya, dalam masyarakat-masyarakat yang lebih mudah berubah-ubah atau yang bersifat pluralistic dalam struktur sosial atau idi-ide budayanya, pandangan hidup yang monolitis dan tidak berubah-ubah itu bisa diterima.
  1. Rumusan Masalah.
Atas dasar pemikiran sehat serta pengamatan setiap hari, kita mencoba menghipotesakan bahwa pengalaman-pengalaman keluarga yang tidak mampu membantu menjelaskan kenalan remaja. Pertanyaan ini sendiri akan menuntut pertanyaan mengenai apa yang membuat pengalaman keluarga itu menjadi tidak mampu. Apakah orang tuanya bercerai atau berpisah? Apakah ada konflik yang mendalam? Apakah mereka tidak punya hubungan emosional lagi? Apakah ada siksaan yang melampui batas? Apakah orang tuanya menolak? Atau apakah ada semacam gabungan dari hal-hal yang terkandung dalam pertanyaan-pertanyaan diatas dalam variable-variabel lainnya?
Apakah seperangkat variabel itu akan merupakan suatu sebab yang perlu atau yang cukup merupakan satu pertanyaan yang secara empiris bersifat terbuka, tetapi ada kekecualian yang terdapat dalam dunia empiris, paling tidak kekecualian-kekecualian ini akan memperlihatkan bahwa hubungan itu bersifat probabilistic (atau stokastik) dan bukan deterministic. Seperti Zetterberg mengemukakan bahwa hubungan-hubungan stokastik jauh lebih lazim dalam sosiologi dari pada yang bersifat deterministic. Secara analogis kita dapat bertanya, dapatkah kita membayangkan seorang ahli fisika yang beragumentasi bahwa kepadatan gas mungkin berhubungan dengan suhu? Kedua variabel ini dalam fisika berhubungan secara kausal deterministic; sebaliknya kebanyakan proposisi sosiologi itu bersifat probabilistic, tidak deterministic.
Istilah kenalan remaja harus didefinisikan secara tepat. Kenakalan remaja merupakan satu konsep yang mempunyai banyak arti mulai dari ketika kepatuhan terhadap pengajar sampai dengan tindakan kejahatan. Tetapi andaikalah bahwa semua masalah definisi sudah diatasi, proposisi dasar yang mungkin timbul akan mengikuti, artinya kehidupan keluarga yang tidak mampu menyebabkan “kenakalan remaja”, atau lebih baik lagi, semakin keluarga remaja itu tidak mampu, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa si remaja akan terlibat dalam perilaku kenakalan.
Argumen yang menghubungkan antara kehidupan keluarga dengan kenakalan remaja itu dirumuskan dalam bentuk ini, hal itu dapat dinilai dengan dasar kenyataan yang ada atau dengan argumentasi teoritis lainya. Suatu pernyataan seperti itu jelas lerlampau menyederhanakan orang dengan mudah dapat mengidentifikasi kasus-kasus negative yang tidak sesuai dengan pola ini, dan orang dapat menunjuk pada faktor-faktor lain seperti hubungan kelompok sebaya yang justru penting karena dasar argumentasi teoritis atau kenyataan empiris. Variable-variabel tambahan ini dapat segera dimasukan kedalam teori kenakalan yang sedang dikembangkan ini dengan hanya memperluas logika yang sudah dikembangkan dengan hanya memperluas logika yang sudah di kembangakan.
Metode ilmiah yang secara baku dipergunakan untuk menjawab pernyataan-pernyataan ini adalah mencari variable yang mempengaruhi variable pertama. Pernyataan tentang hubungan ini merupakan satu proposisi dan dapat dinyatakan dengan symbol seperti: X®Y. dimana Y mewakili variable yang nilainya mau kita jelaskan, dan X mewakili variable yang menurut perkiraan kita yang akan menjelaskannya. Suatu pernyataan yang dirumuskan dalam bentuk seperti itu berarti bahwa kalau nilai X berubah, maka nilai Y juga ikut berubah (atau sebaliknya).
  1. Pembahasan
Para ahli psikologi menegaskan bahwa prilaku manusia pada hakekatnya merupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi bahwa iya makhluk hidup. Sikap dan pola prilaku itu menurut pandangan behavioristik dapat dibentuk melalui proses pembiasan dan pengukuhan lingkungan.
Namun suatu teori yang baik harus terdiri dari proposisi-proposisi yang menyatakan hubunggan-hubungan yang sangat besar kemungkinannya. Strategi yang biasanya digunakn untuk meningkatkan probabilitas dari suatu proposisi adalah menjelaskan kondisi-kondisi dimana hubungan yang digambarkan itu kiranya ada. Inilah yang ditunjuk Zetterberg dengan apa yang disebutnya dengan hubungan yang kontingen (contingent; dalam hal ini berarti yang berhubunggan dengan kondisi) lebih dari pada hubungan yang cukup (sufficient). Untuk itu menggunakan contoh kenakalan proposisi ini mungkin dapat dikembangkan. Dimana ada posisi kelas bawah, tinggal di suatu daerah yang tinggi angka kejahatannya, tingkat pendidikan rendah, berteman dengan teman-teman sebaya yang nakal, disana ada hubungan yang lebih tinggi antara keluarga yang tidak mampu dan kenakalan, dari pada kalau kondisi-kondisi ini tidak ada. Dengan katalain, keluarga yang tidak mampu bukan merupakan sebab kenakaln, tetapi mungkin sebagai faktor penyumbang bersama dengan yang lain-lainya, tetapi mungkin sebagai faktor penyumbang bersama dengan yang lain-lainnya, dan kuatnya pengaruh ini mungkin dipengaruhi oleh variabel-variabel tambahan.
Varibel-variabel tambahan ini dapat segera dimasukan kedalam terori kenakalan remaja yang kita bahas. Secara sitematis hal ini dapat disajikan kalau hubungan X®Y yang asli nampaknya penting hanya dalam kondisi-kondisi tertentu yang ditunjuk oleh variable-variabel tambahan ini, maka rumusan teori ini dapat dilihat sebagai berikut:
X
A
B
C
D
. Y
.
.
N
Kalau hubungan X®Y yang asli nampaknya penting hanya dalam kondisi-kondisi tertentu yang ditujukan oleh varibel-variabel tambahan maka rumusan teori dapat dilihat sebagai berikut: “Kalau A1, B1, C1,…. n1, maka X®Y.” sama hanya urutan waktu dapat ditunjuk dengan A®X®Y. Tetapi betapun kita sangat hati-hati untuk begitu saja membuat pernyataan bahwa X yang menyebabkan Y, Namun toh apabila kita mau menjelaskan variasi dalam Y sesunguhnya kita mau mengetahui apa yang menyebabkan variasi yang demikian itu. Pernyataan-pernyataan kausal sangat sulit untuk dibuktikan, seperti yang sudah ditunjukkan oleh banyak ahli teori dan ahli filsafat.
Tentu tidak cukup hanya menunjukkan bahwa dua variabel mempunyai korelasi yang signifikan, karena korelasi dapat merupakan hasil dari kenyataan bahwa kedua variabel itu mempunyai hubungan tersendiri dengan variabel ketiga. Tamabah pula, konsep “sebab” itu sendiri mempunyai banyak arti. Misalnya Aristoteles membedakan antara pengertian sebab sebagai faktor yang memberikan rangsangan yang menghasilkan akibat yang menyusul dan pengertian sebab sebagai tujuan yang untuk tujuan itu ada suatu akibatnya.
Urutan sebab-akibab menurut waktu berbeda menurut kedua pengertian di atas yang pertama, akibat mengikuti sebab dalam urutan waktu; yang kedua, sebab nampaknya mengikuti akibatnya. Meskipun para ahli filsafat menemukan kesulitan pengertian sebab-sebab mengikuti akibat-akibatnya dalam urutan waktu, pengertian sebab ini mempunyai arti dalam kasus tindakan yang diarahkan ke tujuannya.
Dalam penerapan pengertian-pengertian dasar mengenai tipe-tipe penyebab yang berbeda-bedayang kita lihat bahwa setruktur keluarga yang tidak mempu tidak merupakan sebab yang harus atau tidak juga merupakan sebab yang cukup bagi perilaku remaja yang nakal. Untuk memperlihatkan bahwa itu bukan merupakan suatu sebab yang perlu, kita hanya perlu menemukan contoh-contoh empiris mengenai kasus kenakalan remaja oleh anak-anak remaja dari keluarga yang bukan tidak mampu. Untuk memperlihatkan bahwa kehidupan keluarga yang tidak mampu bukan merupakan sebab yang cukup untuk menjelaskan kenakalan, kita hanya perlu memperhalihatkan bahwa beberpa anak remaja dari keluarga yang tidak mampu tidak menjadi nakal.
Meskipun kita sudah memperlihatkan bahwa kehidupan keluarga yang tidak mampu tidak merupakan sebab yang perlu (necessary) dan juga tidak cukup (sufficient) untuk menjelaskan kenakalan, mungkin kita tetap berpegang pada keyakinan kita bawa kehidupan keluarga mempunyai pengaruh terhadap prilaku remaja dan mempengaruhi probabilitas terjadinya perilaku yang menyimpang. Dapat pula kita melihat lebih jauh lagi dena memasukkan kehidupan keluarga sebagai satu komponen dari satu model multikausal yang juga mencakup hubungan-hubungan kelompok remaja, kehidupan sekolah, struktur komunitas, kelas sosial dan mungkin juga mencakup beberap konsep sosial seperti misalnya konsep diri.
  1. Kesimpulan
Kenakalan remaja merupakan satu konsep yang mempunyai banyak arti mulai dari ketika kepatuhan terhadap pengajar sampai dengan tindakan kejahatan . Dalam kondisi seperti ini jelas sekali bahwa tidak bisa kita pungkiri bahwa kenakalan remaja saat sekarang ini tidak bisa dilepaskan karena banyaknya pengaruh yang menyebabkan seorang anak remaja itu menjadi nakal, sehinga variable-variabel yang mempengaruhi kenakalan remaja dewasa ini kebanyakan karena faktor lingkungan dimana sang remaja itu hidup dan faktor lingkungan jugalah yang merubah paradigma seorang remaja itu menjadi tidak nakal.
  1. Daftar Pustaka
Ylui Setyowati, S.IP. Diktat kuliah Teori Komunikasi Kontemporer: Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta, 2003
Comte, Auguste, The Positive Philosophy of Auguste Comte, freely translated and condensed by Harriet Martineau. New York: Calvin Blanchard, 1885
Doyle paul Johnson., translated by Robert M.Z. Lawang; Teori Sosiologi Klasik dan Modern, volume1. University of South Florida, 1981
Doyle Paul Johnson,. Translated by Robert M. Z lawang; Teori Sosiologi Klasik dan Modern, volume2. University of South Florida, 1981
Hhtp:/www/: Google.com
Weber, Max, The Sociology of Regiligion, translated by Ephaim Fischoff. Boston: Beacon Press, 1963
Zetterberg, Hans L,. On Theory and Verification in Sociology, 3rd edition. Totowa, N.J Bedminster, 1965